26 Agustus 2008

Aku Tak Tahu...



Kos, ditemani nyamuk-nyamuk kecil yang menggemaskan,

mulai ditulis jam 22.51 pada 29 Juni 2008

Ada banyak perasaan tidak nyaman yang akhir-akhir ini seolah ingin meledak dariku. Walau erupsi-erupsi kecil sudah mulai terjadi sejak beberapa waktu yang agak lama. Aku menyadari kalau ini hanyalah akumulasi kekecewaan ideologisku pada banyak hal. Semua hal yang aku rasakan dan yang terjadi sungguh telah merombak jalan pemikiranku tentang banyak hal. Aku marah, kecewa, sedih, bangga, bahagia dan semuanya seolah tak bertepi, bagai globe dunia yang tanpa ujung.

Apa yang aku alami dan rasakan di FISIP, komsat dan UNS memberiku banyak pelajaran, walau sampai saat ini aku merasa tak pernah punya sosok yang benar-benar bisa membuatku yakin akan posisiku dan amanahku di lingkungan ini. Aku hampir muak dengan kondisi ini sejak lama, sejak semester III yang lalu. “Mereka” hanya berusaha meredamku, tetapi tak pernah bisa benar-benar meredakan kekalutanku. Selalu. mereka selalu hanya memberi jawaban-jawaban normative atas kegelisahan-kegelisahanku, padahal yang aku inginkan adalah kepahaman akan hakikat. Yah, aku ini tipe manusia dengan banyak berpikir. Lalu, mengapa tidak ada yang mau sedikit saja memahamiku?

Fakta yang aku temui di lapangan, menjelaskan dengan gamblang kegelisahan-kegelisahan dan ketidakpuasan pada system yang sedang berjalan ini. Aku sama sekali tidak menyalahkan system ini, ini system yang sudah cukup bagus, tetapi pemaknaan yang diterjemahkan secara parsial inilah yang menurutku mengekang konsep dasar yang seharusnya telah memenuhi akal dan hati nurani manusianya. Ironisnya, mereka yang tidak puas dan mencoba memperbaiki system ini selalu terhalang oleh birokrasi. Pada umumnya, orang yang masuk dalam system ini merasa bahwa apapun yang terjadi bukanlah urusannya, semua sudah diatur oleh “tetua langit”. Namun, apakah benar demikian? Buktinya, FISIP tidak berkembang (lihat BEM), BEM UNS juga mengalami degradasi yang menurutku cukup signifikan.

Ini memang hanya kegelisahan. Aku bertanya kepada diriku sendiri, apakah ada orang lain yang punya perasaan yang sama denganku? Yang merasa bahwa ada yang harus sedikit di-inovasi? Lalu sadar jika melakukan perbaikan akan banyak tantangan di depan yang sangat mungkin menimbulkan luapan tangis dan perih hati tak terhingga? Jika ada, maka aku akan mengajaknya merubah ketidakjelasan ini dengan manual kerja jelas, bahwa kita ingin menunjukkan kepada FISIP, UNS, Jawa Tengah dan Indonesia, bahwa orang-orang Islam yang mengelola institusi adalah orang-orang dengan pemikiran dan kerja-kerja besar. Bahwa inilah realisasi paling konkret dari konsep “Islam, rahmatan lil ‘alamin”. Hal yang mungkin terlalu abstrak, tetapi begitu nyata bagiku setelah pencarinku selama ini.

Aku memang tidak dilahirkan dalam kondisi keluarga yang taat beragama, ini prosesku menuju arti keislamanku. Oleh karenanya, tidak mudah bagiku untuk begitu saja percaya pada apa-apa tanpa dalil yang kuat lagi menguatkan. Aku sadar, bahwa akulah orang dengan level “terbawah” dalam hierarki jama’ah ini, tetapi, tak adakah sedikit ruang bagiku untuk berkontribusi?

Saudaraku, aku sudah banyak mengungkapkan semua ini dan aku kebingungan kemana lagi aku harus menngungkapkan semua ini. Masih banyak, sangat banyak mungkin, hal-hal yang ingin aku lakukan. Tetapi, pada detik ini, yang terlihat jelas adalah, bahwa aku tidak punya partner kerja yang sesuai. Aku, sudah terlanjur kalian stigmakan sebagai manusia pembangkang, yang tidak taat kepada qiyadah dsb. Tetapi, tahukah kalian, jika aku saat ini menjadi apa yang kalian pikirkan terhadapku. Aku menjadi benar-benar tidak taat karena kalian telah membuatku seperti ini. Ini bukan masalah justifikasi atas “pembangkangan” yang aku lakukan. Aku hanya tidak paham. Tetapi, mengapa tidak ada yang bersedia mengingatkan? Memberikan penjelasan? Mengapa kalian selalu bilang ini proses? Selalu mengatakan bahwa akulah pihak yang salah dan kalian tidak pernah salah?

Apakah kau tahu apa yang aku takutkan? Aku takut kalau aku tidak bisa menahan diriku untuk pergi dari sini. Aku takut kalau aku akan benar-benar pergi meninggalkan semua ini tanpa pamit bahkan, dan aku tidak bisa memberikan apa-apa selain kemarahan, kekecewaan dan kegelisahan yang tak akan lagi pernah terjawab. Aku takut jika suatu saat nanti aku bergabung dengan barisan kekecewaan, yang mungkin akan menghalangi dan mengacaukan system ini. Aku takut jika adik-adik akan jadi korban dari kesalahanku.

Aku sampaikan kepadamu, bahwa aku sedang mencari ruang untuk membenahi semua ini. Membenahi diriku dan kondisi libgkunganku. Aku melakukan sindikasi dan penguatan jaringan dengan orang-orang semacamku. Ini bukan rahasia lagi. Aku sudah lelah berpura-pura. Kini, tidak ada lagi perasaan “sungkan”. Perasaan itu sudah aku kubur. Karena kalian juga. Kalau saat kemarin kalian bunuh karakterku dengan menyatakan bahwa aku melakukan indoktrinasi di hadapan adek-adek, padahal tidak. Maka, sekarang, aku akan menjadi indoktriner sebenarnya.



Wassalaamu’alaikum